Sabtu, 11 Juni 2016

Research Report #2 - Kaitan Sanitasi dengan Mikotoksin, Biotoksin, Kontaminasi Mikrobiologi dan Alergen

Menurut WHO, sanitasi adalah upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik manusia, yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang merugikan, bagi perkembangan fisik, kesehatan, dan daya tahan hidup manusia. Sanitasi lingkungan pada hakekatnya adalah kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap status kesehatan yang optimum pula. Ruang lingkup kesehatan lingkungan tersebut mencakup perumahan, pembuangan kotoran manusia (tinja), penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor (air limbah), rumah hewan ternak (kandang) dan sebagainya

Hubungan Sanitasi dengan Mikotoksin
Mikotoksin adalah suatu zat racun hasil metabolisme kapang-kapang tertentu yang dapat membahayakan kesehatan ternak. Mikotoksin dapat diproduksi oleh kapang yang hidup pada komoditas pertanian (field toxins, misalnya zearalenon dan deoksinivalenol) ataupun sebelum dan sesudah panen, selama transportasi dan penyimpanan (storage toxins, misalnya aflatoksin dan okratoksin). Keberadaan mikotoksin tidak hanya akan membahayakan kesehatan hewan ternak, tetapi juga akan menimbulkan residu pada produk pangan asal hewan, seperti daging, telur dan susu (Widiastuti, 2006). Tabel 1 memuat pengaruh beberapa mikotoksin terhadap beberapa jenis ternak.
 
Kehadiran mikotoksin pada rumah hewan ternak dipicu oleh beberapa faktor, salah satunya yakni sanitasi kandang yang buruk. Lingkungan kandang yang tidak dibersihkan dengan benar dapat memicu tumbuhnya jamur. Salah satu penyakit yang diderita oleh ayam yang disebabkan oleh jamur adalahnya Trush. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Candida albicans. Ciri khas yang dapat terlihat apabila ayam terkena penyakit ini adalah adanya penebalan dan terbentuk plak putih pada mukosa. Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan memperketat sanitasi lingkungan kandang dan ternaknya serta menjaga agar pakan tetap dalam keadaan baik.
 
Mikotoksin juga dapat mencemari bahan pangan manusia, seperti kacang-kacangan, gandum, jagung, dan lain-lain. Berbagai hasil penelitian di Indonesia menjelaskan mikotoksin merupakan utama pencemar jagung dan bahan pakan. Kondisi lingkungan di Indonesia yang beriklim tropis dengan suhu, curah hujan dan kelembaban tinggi juga sangat cocok bagi berkembang biaknya kapang-kapang toksigenik. Namun, kehadiran mikotoksin pada bahan pangan dapat dicegah dengan beberapa cara, salah satunya memastikan peralatan yang digunakan saat panen atau untuk transportasi ke tempat penyimpanan dibersihkan sehingga bebas dari serangga dan kapang. Dalam hal ini, sanitasi lingkungan di sekitar bahan pangan harus dijaga semaksimal mungkin agar makanan tidak terkena kontaminasi mikotoksin.

Gambar 1. Luka pada Mukosa Ayam disebabkan oleh Mikotoksin (T-2 toksin)
  
Hubungan Sanitasi dengan Biotoksin
Biotoksin adalah racun yang didapat pada biota atau makhluk hidup. Racun pada biota tersebut dapat berupa racun asli, yakni biota itu sendiri maupun akibat kontaminasi dengan bahan beracun. Biotoksin yang berasal dari hewan, antara lain Tetradotoxin pada ikan puffer, Chlorotoxin pada kalajengking, Conotoxin pada siput, Batrachotoxin pada spesies katak tertentu. Biotoksin yang berasal dari tumbuhan, antara lain Fitohemaglutinin pada kacang merah, Glikoalkaloid pada kentang dan tomat hijau, Kumarin pada seledri. Kehadiran biotoksin pada hewan dan tumbuhan dapat membahayakan manusia yang mengkonsumsinya, untuk itu perlu adanya pengendalian dengan melaksanakan pengawasan pada biota tersebut.  Upaya yang dapat dilakukan dalam, antara lain:
a.       Tempat hidup biota harus bersih, bebas dari pencemaran
b.      Makanan tidak boleh mengandung bibit penyakit dan zat beracun
c.       Untuk konsumsi manusia, dalam pengolahan makanan harus diperhatikan kebersihan dan sanitasinya
Namun menurut Harmful Algal Blooms rencana sanitasi untuk mencegah biotoksin khususnya di laut sulit untuk dirancang dan diimplementasikan, karena sifat racun pada suatu biota kurang atau belum dapat sepenuhnya dipahami.
Hubungan sanitasi dengan kontaminasi mikrobiologi
Dalam industri pangan, sanitasi meliputi pengawasan mutu bahan mentah, penyimpanan bahan mentah, penyediaan air bersih, pencegahan kontaminasi pada semua tahap pengolahan, serta pengemasan dan penyimpanan produk akhir. Kontaminasi mikrobiologi dapat terjadi di suatu makanan apabila cara pengolahannya tidak tepat. Contoh mikroba yang umunnya mengkontaminasi makanan, diantaranya Bacillus cereus, Clostridium botulinum, Staphylococcus aureus, Salmonella spp., Clostridium perfringens, dan lain-lain. Selain itu, makanan juga dapat terkontaminasi oleh tangan penjamah yang terinfeksi, atau melalui kontaminasi silang akibat sanitasi yang buruk, yakni sanitasi dapur kurang memadai atau tidak dilakukan dengan benar. Sanitasi dapur dapat diupayakan dengan pembersihan dapur secara rutin, sepert makanan yang tercecer di lantai harus segera dibersihkan, lantai dapur dibersihkan dengan alat pembersih dan cairan sanitaiser, dinding dan atap dapur dibersihkan secara berkala, dan lain-lain. Selain itu, peralatan dapur juga harus dalam keadaan bersih, memiliki tempat penyimpanan makanan yang bersih (Chandra, 2007).
 
Gambar 2. Contoh sanitasi dapur yang buruk
sumber: www.arschours.com
 
 
 
Hubungan sanitasi dengan alergen
Alergen adalah sebuah antigen yang bertanggung jawab untuk memproduksi reaksi alergi dengan menginduksi pembentukan IgE. Pada beberapa orang, sistem kekebalan tubuh mengenali alergen sebagai benda asing atau berbahaya sehingga menimbulkan reaksi alergi. Salah satu contoh penyakit yang ditimbulkan dari reaksi alergi adalah dermatitis, lebih tepatnya dermatitis kontak alergik. Dermatitis ini disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe lambat terhadap bahan-bahan kimia yang kontak dengan kulit dan dapat mengaktivasi reaksi alergi. Alergen penyebab penyakit ini yang paling sering adalah bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da, yang juga disebut bahan kimia sederhana. Penelitian dari Evy Susanty dalam skripsinya yang berjudul “Hubungan Personal Hygiene dan Karakteristik Individu terhadap Kejadian Dermatitis pada Petani Rumput Laut di Dusun Puntondo Kabupaten Takalar” pada tahun 2015 menunjukkan adanya hubungan antara kebersihan pribadi dengan kejadian dermatitis. Kebersihan pribadi ini menyangkut kebersihan kulit serta kebersihan tangan dan kuku. Kurangnya akses masyarakat untuk mendapatkan air bersih, penggunaan alat mandi yang bergantian, serta tidak adanya sarana MCK membuat sebagian besar responden pada penelitian tersebut memiliki penyakit dermatitis.
Penyakit dermatitis dapat terjadi pada pekerja informal yang umumnya kurang memperhatikan sanitasi dan perlindungan bagi kesehatan dirinya (Tombeng, M, et al., 2012). Dalam memelihara kebersihan kulit, kebiasaan-kebiasaan yang sehat harus selalu diperhatikan seperti menjaga kebersihan pakaian, mandi secara teratur, mandi menggunakan air bersih dan sabun, menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik sendiri, makan yang bergizi terutama sayur dan buah, dan menjaga kebersihan lingkungan.
 
 
 
Referensi:
 
Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. 1st ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Oweiler, G., Carlson, T., Buck, W. & Vangelder, G. 1985. Mycotosicoses. In: In Clinial and Diagnotis Veterinary Toxicology. s.l.:s.n., pp. 409-442.
Susanty, E. 2015. Hubungan Personal Hygiene dan Karakteristik Individu terhadap Kejadian Dermatitis pada Petani Rumput Laut di Dusun Puntondo Kabupaten Takalar, Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Hasanuddin.
Tombeng, M, IGN, D. & IGK, D. 2012. Dermatitis Kontak Akibat Kerja pada Petani, Bali: Universitas Udayana.
Widiastuti, R. 2006. Mikotoksin: Pengaruh terhadap Kesehatan Ternak dan Residunya dalam Produk Ternak serta Pengendaliannya. WARTAZOA, 16(3), pp. 116-127.
 

 
 
 

1 komentar:

Miliana mengatakan...

terimakasih sudah memberikan informasi yang sangat bagus untuk dibaca

alfamart pusat

Posting Komentar

 
;