Menurut WHO, sanitasi adalah upaya pengendalian semua faktor lingkungan fisik
manusia, yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal yang
merugikan, bagi perkembangan fisik, kesehatan, dan daya tahan hidup manusia. Sanitasi
lingkungan pada hakekatnya adalah kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum
sehingga berpengaruh positif terhadap status kesehatan yang optimum pula. Ruang
lingkup kesehatan lingkungan tersebut mencakup perumahan, pembuangan kotoran
manusia (tinja), penyediaan air bersih, pembuangan sampah, pembuangan air kotor
(air limbah), rumah hewan ternak (kandang) dan sebagainya
Hubungan Sanitasi dengan Mikotoksin
Mikotoksin adalah
suatu zat racun hasil metabolisme kapang-kapang tertentu yang dapat
membahayakan kesehatan ternak. Mikotoksin dapat diproduksi oleh kapang yang
hidup pada komoditas pertanian (field
toxins, misalnya zearalenon dan
deoksinivalenol) ataupun sebelum dan sesudah panen, selama transportasi dan
penyimpanan (storage toxins, misalnya
aflatoksin dan okratoksin). Keberadaan mikotoksin tidak hanya akan membahayakan
kesehatan hewan ternak, tetapi juga akan menimbulkan residu pada produk pangan
asal hewan, seperti daging, telur dan susu (Widiastuti, 2006) . Tabel 1 memuat pengaruh beberapa
mikotoksin terhadap beberapa jenis ternak.
Kehadiran mikotoksin pada rumah hewan ternak dipicu oleh beberapa
faktor, salah satunya yakni sanitasi kandang yang buruk. Lingkungan kandang
yang tidak dibersihkan dengan benar dapat memicu tumbuhnya jamur. Salah satu
penyakit yang diderita oleh ayam yang disebabkan oleh jamur adalahnya Trush.
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Candida
albicans. Ciri khas yang dapat terlihat apabila ayam terkena penyakit ini
adalah adanya penebalan dan terbentuk plak putih pada mukosa. Pencegahan
penyakit ini dapat dilakukan dengan memperketat sanitasi lingkungan kandang dan
ternaknya serta menjaga agar pakan tetap dalam keadaan baik.
Mikotoksin juga dapat mencemari bahan pangan manusia, seperti
kacang-kacangan, gandum, jagung, dan lain-lain. Berbagai hasil penelitian di
Indonesia menjelaskan mikotoksin merupakan utama pencemar jagung dan bahan
pakan. Kondisi lingkungan di Indonesia yang beriklim tropis dengan suhu, curah
hujan dan kelembaban tinggi juga sangat cocok bagi berkembang biaknya kapang-kapang
toksigenik. Namun, kehadiran mikotoksin pada bahan pangan dapat dicegah dengan
beberapa cara, salah satunya memastikan peralatan yang digunakan saat panen
atau untuk transportasi ke tempat penyimpanan dibersihkan sehingga bebas dari
serangga dan kapang. Dalam hal ini, sanitasi lingkungan di sekitar bahan pangan
harus dijaga semaksimal mungkin agar makanan tidak terkena kontaminasi
mikotoksin.
Gambar 1. Luka pada Mukosa Ayam disebabkan
oleh Mikotoksin (T-2 toksin)
sumber: www.biomin.net
|
Hubungan
Sanitasi dengan Biotoksin
Biotoksin
adalah racun yang didapat pada biota atau makhluk hidup. Racun pada biota
tersebut dapat berupa racun asli, yakni biota itu sendiri maupun akibat
kontaminasi dengan bahan beracun. Biotoksin yang berasal dari hewan, antara
lain Tetradotoxin pada ikan puffer, Chlorotoxin pada kalajengking, Conotoxin pada siput, Batrachotoxin pada spesies katak
tertentu. Biotoksin yang berasal dari tumbuhan, antara lain Fitohemaglutinin pada kacang merah, Glikoalkaloid pada kentang dan tomat
hijau, Kumarin pada seledri.
Kehadiran biotoksin pada hewan dan tumbuhan dapat membahayakan manusia yang
mengkonsumsinya, untuk itu perlu adanya pengendalian dengan melaksanakan
pengawasan pada biota tersebut. Upaya
yang dapat dilakukan dalam, antara lain:
a.
Tempat
hidup biota harus bersih, bebas dari pencemaran
b.
Makanan
tidak boleh mengandung bibit penyakit dan zat beracun
c.
Untuk
konsumsi manusia, dalam pengolahan makanan harus diperhatikan kebersihan dan
sanitasinya
Namun menurut Harmful Algal Blooms rencana sanitasi
untuk mencegah biotoksin khususnya di laut sulit untuk dirancang dan
diimplementasikan, karena sifat racun pada suatu biota kurang atau belum dapat
sepenuhnya dipahami.
Hubungan sanitasi dengan kontaminasi mikrobiologi
Dalam industri pangan,
sanitasi meliputi pengawasan mutu bahan mentah, penyimpanan bahan mentah,
penyediaan air bersih, pencegahan kontaminasi pada semua tahap pengolahan,
serta pengemasan dan penyimpanan produk akhir. Kontaminasi
mikrobiologi dapat terjadi di suatu makanan apabila cara pengolahannya tidak
tepat. Contoh mikroba yang umunnya mengkontaminasi makanan, diantaranya Bacillus cereus, Clostridium botulinum,
Staphylococcus aureus, Salmonella spp., Clostridium perfringens, dan
lain-lain. Selain itu, makanan juga dapat terkontaminasi oleh tangan penjamah
yang terinfeksi, atau melalui kontaminasi silang akibat sanitasi yang buruk,
yakni sanitasi dapur kurang memadai atau tidak dilakukan dengan benar. Sanitasi
dapur dapat diupayakan dengan pembersihan dapur secara rutin, sepert makanan
yang tercecer di lantai harus segera dibersihkan, lantai dapur dibersihkan
dengan alat pembersih dan cairan sanitaiser, dinding dan atap dapur dibersihkan
secara berkala, dan lain-lain. Selain itu, peralatan dapur juga harus dalam
keadaan bersih, memiliki tempat penyimpanan makanan yang bersih (Chandra, 2007).
Gambar 2. Contoh sanitasi dapur yang buruk
sumber: www.arschours.com
|
Hubungan sanitasi dengan alergen
Alergen adalah sebuah antigen yang bertanggung jawab untuk memproduksi reaksi alergi
dengan menginduksi pembentukan IgE. Pada beberapa orang, sistem kekebalan tubuh
mengenali alergen sebagai benda
asing atau berbahaya sehingga menimbulkan reaksi alergi. Salah satu contoh
penyakit yang ditimbulkan dari reaksi alergi adalah dermatitis, lebih tepatnya
dermatitis kontak alergik. Dermatitis ini disebabkan oleh reaksi
hipersensitivitas tipe lambat terhadap bahan-bahan kimia yang kontak dengan
kulit dan dapat mengaktivasi reaksi alergi. Alergen penyebab penyakit ini yang
paling sering adalah bahan kimia dengan berat molekul kurang dari 500-1000 Da,
yang juga disebut bahan kimia sederhana. Penelitian dari Evy
Susanty dalam skripsinya yang berjudul “Hubungan Personal Hygiene dan Karakteristik Individu terhadap Kejadian
Dermatitis pada Petani Rumput Laut di Dusun Puntondo Kabupaten Takalar” pada
tahun 2015 menunjukkan adanya hubungan antara kebersihan pribadi dengan
kejadian dermatitis. Kebersihan pribadi ini menyangkut kebersihan kulit serta
kebersihan tangan dan kuku. Kurangnya akses masyarakat untuk mendapatkan air
bersih, penggunaan alat mandi yang bergantian, serta tidak adanya sarana MCK
membuat sebagian besar responden pada penelitian tersebut memiliki penyakit
dermatitis.
Penyakit
dermatitis dapat terjadi pada pekerja informal yang umumnya kurang
memperhatikan sanitasi dan perlindungan bagi kesehatan dirinya (Tombeng, M, et al., 2012) . Dalam memelihara
kebersihan kulit, kebiasaan-kebiasaan yang sehat harus selalu diperhatikan
seperti menjaga kebersihan pakaian, mandi secara teratur, mandi menggunakan air
bersih dan sabun, menggunakan barang-barang keperluan sehari-hari milik
sendiri, makan yang bergizi terutama sayur dan buah, dan menjaga kebersihan
lingkungan.
Referensi:
Chandra, B. 2007. Pengantar Kesehatan Lingkungan. 1st
ed. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Oweiler, G., Carlson, T., Buck, W. & Vangelder, G. 1985.
Mycotosicoses. In: In Clinial and Diagnotis Veterinary Toxicology. s.l.:s.n.,
pp. 409-442.
Susanty, E. 2015. Hubungan Personal Hygiene dan
Karakteristik Individu terhadap Kejadian Dermatitis pada Petani Rumput Laut di
Dusun Puntondo Kabupaten Takalar, Makassar: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin.
Tombeng, M, IGN, D. & IGK, D. 2012. Dermatitis Kontak
Akibat Kerja pada Petani, Bali: Universitas Udayana.
Widiastuti, R. 2006. Mikotoksin: Pengaruh terhadap Kesehatan
Ternak dan Residunya dalam Produk Ternak serta Pengendaliannya. WARTAZOA, 16(3),
pp. 116-127.
1 komentar:
terimakasih sudah memberikan informasi yang sangat bagus untuk dibaca
alfamart pusat
Posting Komentar